Selasa, 12 Februari 2013

bunga ku yang lugu

Nama ku dani , aku masih duduk di bangku kelas 2 sma saat semua cerita ini dimulai,
masa SMA adalah masa pencarian jati diri bagi semua anak muda .
mungkin itulah yang membuat cerita-cerita ku ini penuh dengan kenangan yang tak terlupakan.

hari itu adalah hari pertama aku masuk  kelas ku yang baru , aku dimasukan ke juruasan ipa. bukan keinginanku sebenarnya masuk IPA, mungkin karna nilai-nilaiku yang membuat aku masuk ke jurusan itu. padahal itu semua berkat pertolongan dan kebaikan kawan sebangku ku Tono. Sahabat yang selalu setia menemani hari-hariku selama aku bersekolah di sma itu.

dia selalu mencontekkan ujian dan tugas-tugasnya pada ku, khususnya untuk mata pelajaran menghitung, seperti Kimia, Fisika, dan pelajaran yang amat ku benci Matematika. bagiku pelajar matematika tak lebih seperti pelajaran yang selalu di rumit-rumitkan, karna sebelum mengetahui hasilnya, kita harus berbelit-belit menuju suatu jalan ke jalan lain trus jalannya penuh dengan cabang dan tikungan tajam berbahaya, begitulah deskripsiku tentang matematika "pelajaran yang kubenci dari dulu-dulunya. meskipun aku buta tentang hitungan. tapi aku sangat jago dalam pelajaran Bahasa Inggris. aku sangat di puji di kelas ku tentang pelajaran berbahasa Inggris. cuma itu saja yang bisa aku banggakan pada diriku tentang nilai akademisku.

mungkin aku sudah terlahir dan ditakdirkan sebagai pria yang nakal, usil, cuek, malas, suka mempermainkan hati wanita dan hobi ugal ugalan.
di saat aku kelas 1 dulu aku sering dipanggil ke kantor BK karna masalah merokok, bolos, dan berkelahi. dan sekarang itu semua telah berlalu aku sudah naik ke kelas 2. disini lah cerita ku di mulai.

hari senin pagi itu udara mendung, hari pertama ku di kls 2. aku di masukan ke kelas XI IPA3, sedangkan sahabat ku Tono masuk di kelasa IPA1. dikelas ini semua serba baru, teman baru, pelajaran baru, dan guru baru. bagiku kelas 2 sama adalah masa-masa kelam ku dalam belajar. aku sering bolos, absen, dan tak pernah mengerjakan tuga-tugas yang di berikan oleh guruku. seandainya Tono sekelas lagi dengan ku nasibku tak akan seperti ini "ujarku di dalam hati". aku semakin tersiksa karna semua temanku tak ada yang seperti tono, seolah-olah aku di sisihkan di kelas ku yang baru ini.

suatu ketika di saat aku sedang jalan-jalan bersama teman-temanku di sebuah taman. aku melihat sesosok wanita sedang menulis di secarik kertas sambil memandang bunga-bunga yang bermekaran. pemandangan yang indah bagiku saat itu, apalagi bunganya penuh dengan warna-warni yg indah. namun tiba-tiba pandanganku terganggu disaat beberapa pemuda mendatangi wanita yang sedang menulis di antara bunga-bunga yang bermekaran itu. mereka mengganggu dan mencoba untuk memegangi wanita itu.
sontak aku mendatangi mereka, aku dengan gentle meneriakkan kata-kata kasar kepada mereka. terang saja mereka marah padaku, namun aku tak takut. ku tantang para berandalan itu fighting satu per satu. namun di saat teman-temanku yan lain mendatangiku para berandalan itu pergi. untung temanku datang, kalau tidak , mungkin aku sudah di hajar oleh para berandalan jalanan itu.

disaat aku menolehkan pandanganku ke arah wanita itu aku melihatnya menangis karna kejadian tadi. tak ada sepatah kata yang ku katakan padanya. mungkin karna aku terlalu tak begitu peduli dengan sosok wanita atau karna tak pernah ingin dekat lagi dengan wanita manapun setelah dulunya aku pernah di sakiti oleh wanita yang sangat aku cintai. sejak saat itu aku suka sekali mempermainkan wanita, dendam dan cuek dengan perasaan wanita. sepertinya wanita yang sedang menangis itu ingin mengatakan sesuatu padaku di saat aku meliahat bahasa tubuhnya yang kaku. tapi aku tak peduli. sambil bergegas pergi aku mengatakan dasar wanita cengeng kamu" ucapku dengan lantang padanya yang sedang menangis. lalu aku menghampiri teman-temanku yang telah dulu meninggalkan aku dengan wanita cengeng itu.

keesokan harinya setelah kejadian di taman itu, aku masih ingat betul. hari itu hari rabu. ketika pagi-pagi aku mau masuk ke kelas alangkah terkejutnya aku ketika melihat sesosok wanita tersenyum manis padaku, wanita yang duduk paling depan tepat di depan meja guru. dia tersenyum penuh warna dengan sepasang lesung pipinya yang indah ke arahku, seolah senyum itu punya seribu arti untuknya, namun senyumannya itu sama sekali tak ku gubris bahkan aku mengalihkan pandangan ku darinya, aku tetap berjalan dan menghampiri bangku ku ke belakang.

di saat duduk di bangku ku, terlintas dalam benak ku, wanita yang ku tolong kemarin di taman itu adalah teman sekelasku yang barusan memberikan senyum selamat pagi padaku, alangkah cuek dan bodohya aku, sampai-sampai tak mengenali teman sekelasku sendiri. namun aku masa bodoh. aku tak terlalu tertarik dengan wanita, apalagi dengan dia, dengan tampan polos, culun, calm, dan norak. dia seolah-olah tak lebih seperti kutu buku yang penuh dengan hari-hari diantara buku buku pelajaran yang membosankan, itu adalah hal yang paling ku benci dalam hidupku. belajar belajar dan belajar.

 awal pembicaraan ku dengan wanita polos itu pun di mulai, disaat jam istirahat setelah aku dimarah-marahi oleh guru seni ku karna tak mengerjai tugas, pikiran ku lagi kacau saat itu bawaannya ingin memaki setiap orang yang di dekatku dan ingin cepat-cepat pulang ke rumah dari kelas yang membosankan ini. tiba-tiba gadis polos berpenampilan norak itu menghampiriku dan dengan bicara terbata bata mengatakan.

"bang nama ku lastri (untuk pertama kalinya aku mengetahui namanya)"

"kita satu kelompok dalam pelajaran matematika yang di bagi oleh bu Ana minggu lalu"

"besok jangan pulang dulu ya bang setelah pulang sekolah, karna kita mau diskusi mengerjakan tugas kelompok matematika kita"

dengan nada lembut dan terbata dia memangil abang kepadaku, dengan lantang aku membalas ucapannya ,

"malas ah. aku tak mau, dan jangan kau panggil aku abang, aku bukan abangmu, lagian kita sebaya, teman sekelas, aku tak suka di panggil abang. panggil aku dani kalau kau mau. kalau tidak mau  tidak apa-apa" balasku dengan suara nyaring dan kasar seolah-olah tanpa dosa.
 
ku liat dia menundukkan kepalanya, dia tak berani memandang ke arahku. dengan wajah tak bersalah aku pergi meninggalkannya. sebuah awal percakapan yang mengesankan bagi ku.

ketika aku membelikan sebuah boneka untuk gebetan baruku di sebuah toko. aku membelikan boneka tazmania yang ukuran besar untuk gebetanku (kelak boneka itu akan menjadi miliknya) .di saat aku ingin membayarnya ke kasir. ternyata kasirnya lastri. aku dengan angkuh memandang tajam ke arah muka polosnya. dan berkata kerja disini ya mbak? sepertinya aku kenal dengan muka mbak, tapi dimana ya, celotehku sambil menginanya, aku sengaja berbicara dan memandanginya demikian karena aku sangat suka melihat mukanya ketika lagi gerogi. itulah yang paling aku suka dari dirinya . disaat dia lagi gerogi. mukanya sangat manis sekali walaupun penmpilanya ku anggap norak. aku tak tahu kenapa dia selalu tak berani memandang wajahku ku secara langsung. setiap kami bertemu, dia selalu menundukkan mukanya ke bawah dengan wajah malu dan gerogi.


aku terus memandanginya, tak ada sepatah kata ku ucapkan pada lastri setelah itu. dia semakin membisu, aku terus memandanginya, mungkin ada rasa malu pada dirinya karna dia sudah bekerja di saat masih sekolah. aku pun mulai tertarik akan dirinya, seorang kutu buku dan gadis cerdas yang ku kenal di sekolah rupanya seorang pekerja keras. sejak saat itu aku mulai mengenal dirinya dan mulai merasa simpati pada gadis polos yang lucu itu. namun tak pernah terlalu ku tunjukkan rasa simpati ku . justru dialah yang tampak jelas menunjukkan rasa simpatinya kepadaku. namun selalu ku balas dengan suasana yang cuek dan acuh tak acuh.


keluargaku adalah termasuk keluarga strata ke atas. serba berkecukupan, ibuku selalu mencucikan pakaian kami sekeluarga ke buruh cuci, ibu tak mau ke laundry, karna kata ibuku itu tidak baik dan tidak bersih. hari ini bu endang (tukang cuci kami) tak datang menjemput cucian kami yang kan di cuci. aku di suruh ibuku mengantarkan pakaian cucian ke rumah bu endang. sampai di rumahnya aku mengetok pintunya dan mengucapkan salam. alangkah terkejutnya aku tiba tiba di hadapanku berdiri sesosok wanita yang sangat ku kenal wajahnya. ternyata dia adalah lastri, aku dengan kebingungan  bertanya pada lastri, kali ini aku dengan wajah yang serius,

"lastri? apakah ini rumah bu endang ?" ucapku pada lastri.
"iya bang, bu endang itu ibuku" lastri menjawab pertanyaan ku dengan santun. dia tetap saja memanggiku dengan panggilan abang, tapi kali ini ku biarkan saja. mungkin dia merasa aku sebagai abang nya.
"oooh ini cucian dari ibuku yang akan di cuci'" dengan terbata dan nada pelan ku sampaikan pada lastri.
" ia bang letak kan saja di sudut dekat kursi sana, sebentar lagi akan ku cuci, katanya sambil menyuruhku masuk.
aku hanya terharu mendengar perkataan nya, ternyata selama ini lastri lah yang mencucikan pakaian ku.
ketika aku ingin pulang tiba-tiba bu endang muncul di depan ku.
"eeeh ada nak dani rupanya".
"silahkan masuk dulu nak!" pinta bu endang pada ku. ku tak bisa menolak pinta dari wanita tua yang bersahaja itu. aku masuk kerumahnya yang kecil, dengan dinding papan yang sudah lapuk, dan sangat sederhana itu, membuatku semakin terharu dan berempati pada lastri dan ibunya.


"maaf nak dani ibu tak bisa lagi menjemput pakaian kalian ke sana"
" ibu akhir-akhir ini sering sakit-sakitan, kaki ibu kambuh lagi ujarnya".
rasa-rasanya aku ingin menangis mendengarkan perkataan ibu yang berwajah lesu dan tua itu. sekilas aku menoleh ke arah lastri, wanita yang dulunya sering ku teriaki dengan nada nada keras. sekarang persaan ku berubah menjadi perasaan yang lain terhadap lastri. dia tetap tak berani menoleh ke arahku.

"jadi lastri anak ibu ya ?" sambil meminum teh yang di bawakan lastri ku utarakan pada bu endang.

iya nak,dia anak ibu satu-satunya, kami tinggal berdua di rumah ini. ayah nya lastri sudah meninggal ketika dia masih kelas 4 sd dulu, jawab bu lastri dengan nada bernostalgia ke padaku. semakin membuatku terharu

lastri sering kok bercerita tentang nak dani sama ibu. katanya nak dani dulu pernah nolongin dia dari anak-anak berandalan , aku hanya menganggukkan kepala ku, tak banyak yang bisa ku katakan pada bu endang, setalah kutahu siapa lastri dan ibunya seenarnya

aku betul-betul merasa terharu karna selama ini bu endang tak pernah memberi tahuku bahwa anaknya sekelas dengan ku.
disaat aku pamit pulang pada lastri dan ibunya. lastri tersenyum manis padaku , seperti senyumnya ketika pertama kali aku melihatnya di pagi hari di dalam kelas dulu. aku membalas senyum lastri, aku liat raut wajah gembira di wajahnya ketika aku membalas senyumnya.


sejak saat itu aku mulai akrab dengan lastri, aku sering mengantarnya pulang sekolah, tetap saja aku merasa heran kenapa dia tak pernah berani berbicara banyak kepadaku, hanya sepatah dua kata yang selalu dia ucapkan padaku. semua tugas-tugas sekolahku di kerjakan oleh lastri walaupun aku tak pernah menawarkannya, dia selalu meminta untuk mengerjai semua tugasku. bagiku dia adalah gadis yang baik hati dan pemalu. aku menganggap nya sebagai adek ku sendiri. sepertinya benih-benih cinta mulai tumbuh di antara kami berdua. tapi aku tetap tak pernah menunjukkan rasa sayangku padanya, hanya rasa antara adek dan abang yang ku tunjukkan padanya.


untuk mengetahui sedalam mana perasaannya padaku, aku sengaja untuk mencoba memahami perasaan nya pada ku, suatu ketika aku sengaja cuek dan tak membicarakan nya selama 2 hari. aku menyuruh rina sahabat lama ku untuk pura-pura mesra di hadapan nya, sebagai imbalannya aku traktir rina makan di kantin selama seminggu. pernah suatu ketika aku sengaja memeluk mesra rina di depan matanya, seolah-olah tak pernah ada dia di hadapan mataku, ku liat mukanya merah tembaga,melambangkan api cemburu yang membara dan matanya berkaca-kaca melihat kemesraan kami. aku tak mempedulikan nya.
sejak saat itu aku tahu bahwa dia tidak hanya menganggapku sebagai abang saja, dia menaruh persaan lebih padaku, begitu juga aku sebenarnya.


sepulang sekolahnya setelah kejadian itu aku mampir dirumahnya, ku tanya dia sama bu endang, bu endang berkata, adek mu ada di kamar, pulang sekolah tadi dia tiba-tiba menangis, tapi ibu tanya kenapa, dia tidak mau bercerita sama ibu,


lastri mendatangi ku. bu endang pergi ke belakang mencuci,
aku menatap matanya dengan penuh cinta, dan untuk pertama kalinya lastri membalas tatapan mataku dengan tatapan penuh dendam dan cinta. dia tak mampu menahan air matanya. aku pura-pura bertanya ? lastri kenapa? sakit? aku berpura menyentuh keningnya, namun dia tak menjawab sepatah katapun. dia semakin tajam memandangi mataku dengan tatapan penuh arti, jelas membuatku semakin senang, karna aku tahu dia cemburu pada rina, sambil menangis tersedu-sedu dia memelukku dan berkata, lastri sayang sama abang, aku tak kuasa membalas pelukannya. sambil ku cium harum wangi rambutnya yang di kepang dua. dan tangan ku membelai lembut rambut panjang nya yang terurai lurus.


saat itu juga aku ingin  mencium bibir tipisnya yang sexy itu. ku sentuh dagu runcingnya dengan tangan kananku, ke dekatkan muka ku ke arah wajahnya, kurasakan sekali hangatnya aroma nafasnya yang lagi tersendu.mata kami bertemu, degup jantung kami seolah bersatu, dan perasaan ku bahagia sekali kala itu
ketika aku ingin mengecup manis bibir indanya yang tipis itu, tiba-tiba bu endang muncul seketika di hadapan kami yang sedang berpelukan.

dengan suara pelan bu endang ngomong
"nak dani silahkan minum tehnya"
saat itu aku malu sekali pada bu endang, karna aku tengah berpelukan dan ingin mencium anaknya, aku tak bisa berbicara , bibirku seolah terkunci seribu kata karna menahan malu, aku hanya menunduk kebawah dengan kaku membisu. itulah hal yang paling membuatku sangat segan pada bu endang. sejak kejadian itu aku sangat malu sekali jika bertemu bu endang.Setelah hari berlalu demi hari aku tak kuasa menahan semuanya, ku curahkan isi hatiku padanya, dengan senyum manis dan hati bertabur bunga dia bahagia, sejak saat itu kami selalu bersama, namun ketika aku masuk di perguruan tinggi dan pindah ke kota Medan, karna papa ku pindah tugas, sejak saat itu aku tak pernah menjumpainya lagi, kembang rindu di hati ini bagaikan langit biru tak berawan, yaa tuhan , kapankah aku berjumpa dengan gadis lugu itu lagi, gadis yang memberiku seribu satu cerita ketika masa remaja ku dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar